Jumat, 21 Mei 2010

SEKILAS, SISI LAIN TENTANG JAVA JAZZ

Mungkin tatkala kita menyaksikan sebuah pertunjukkan musik atau konser yang hanya terbayang adalah akan asiknya kita menikmati aksi panggung sang penyanyi, apakah pernah terbayang kalau betapa ribet dan susahnya menyelenggarakan sebuah pertunjukkan musik hingga bisa berjalan dengan baik.
Begitu juga dengan event besar semacam Java International Jazz Festival atau Java Jazz yang sudah menjadi salah satu festival jazz yang terbesar di dunia, dari jumlah musisi yang manggung dan jumlah penonton yang cukup fantastis.

Java Jazz bukan hanya sebuah tontonan untuk hiburan semata, tapi event ini sudah masuk sebagai bagian dari kalender kunjungan wisata di negara kita. Hingga pada akhirnya Departemen Kebudayaan dan Parawisata ikut pula memayungi event ini, karena dengan adanya Java Jazz kunjungan wisatawan ke Indonesia tentu semakin meningkat, karena dihadiri oleh begitu banyak musisi dari luar negeri, juga wartawan dan tentu saja penonton dari berbagai penjuru dunia datang ke Indonesia, belum lagi wisatawan lokal dari berbagai daerah yang datang untuk menyaksikan Java Jazz.
Menteri Negara Kebudayaan dan Parawisata, Ir. Jero Wacik, SE mengatakan Java Jazz merupakan representasi yang bagus tentang parawisata Indonesia, apalagi sampai saat ini negara kita masih dalam rangkaian program “Visit Indonesia Year”, dan melalui festival ini kita bisa memperlihatkan bahwa Indonesia aman dan tetap nyaman untuk menjadi tujuan wisata dunia. Beliau juga berkeinginan Java Jazz dapat menjadi barometer festival jazz dunia, dengan demikian, Indonesia akan selalu menjadi pusat perhatian wisatawan seluruh dunia.

Tentu saja semua pihak ikut pula berusaha agar event ini bisa berjalan dengan lancar tanpa ada kendala. Jakarta sebagai tuan rumah punya andil besar untuk menjaga agar Java Jazz bisa sukses seperti yang di harapkan dan Gebernur DKI Jakarta Fauzi Bowo sangat mendukung, karena Java Jazz sudah pula menjadi bagian program parawisata “Enjoy Jakarta”, ini terbukti pada setiap penyelenggaraan Java Jazz tingkat hunian hotel di sekitar area tempat penyelenggaraan festival, naik selama masa event. Tentu ini merupakan kesempatan bagi wisatawan untuk menikmati pula sisi parawisata kota Jakarta.

Begitu juga dengan Departemen Perdagangan yang melihat peluang event ini sebagai sarana promosi bagi produk-produk industri negara kita baik itu yang bentuknya home industri maupun yang sudah pabrikan untuk bisa dipasarkan lebih luas lagi, seperti kata Menteri Perdagangan, Mari E Pangestu dalam sambutannya bahwa Java Jazz merupakan kerja kolektif dari berbagai ekonomi kreatif yang telah membawa nama bangsa kepermukaan peta ekonomi kreatif dunia. Sebagai salah satu festival jazz terbesar dunia, Java Jazz menjadi tujuan bagi musisi dan pecinta jazz internasional, hal ini membuat pemberitaan yang konstruktif bagi citra Indonesia, dan di saat bersamaan menjadi bentuk promosi akan kemampuan bangsa Indonesia dalam bidang ekonomi kreatif. Di sisi lain, event ini mensosialisasikan berbagai bidang dan peluang profesi dibidang ekonomi kreatif kepada masyarakat umum.

Ketua Umum Kadin Indonesia, M.S Hidayat mengatakan bagi dia Java Jazz Festival bukan hanya sekedar festival musik, tapi lebih daripada itu, acara ini telah menjadi etalasi industri kreatif Indonesia, khususnya musik. Ia melihat tidak banyak acara yang mampu “Membawa Dunia ke Indonesia” (Bringing The World To Indonesia) sebagaimana motto Java Jazz.
Java Jazz bukan sekedar berwacana tapi telah membuktikannya. Banyak mata mulai memperhatikan Indonesia. Acara seperti ini merupakan tempat komoditi dipamerkan, dalam hal ini hasil kreativitas Indonesia dalam seni musik dan negara kita memang kaya. Apalagi World Music telah menjadi genre musik yang banyak diminati pencinta musik dunia. Itulah sebabnya di Java Jazz kali ini ada “Hall of World Music” yang diisi oleh musisi musisi pengikut aliran “World Music” antara lain adalah Malaka Jazz, Dewa Budjana, Purple Circle, Kamal Musallam, Thermal and a Quarter, Tropical Transit, Gamelan Shockbreaker, Something Relevant dan Moon Arra, mereka manggung di stage Cendrawasih 3. Hadirnya ruang tersebut adalah aktualisasi dari program pemerintah “Tahun Indonesia Kreatif 2009”. Di samping itu pula Indonesia juga telah menjadi eksportir terbesar untuk produk gitar dan piano, sesuatu yang layak dibanggakan.

Saya teringat tahun 2008 lalu ketika mengikuti press comperance Java Jazz di Arwana Room Hotel Sultan Jakarta, Peter F Gontha sebagai Chairman Java International Jazz Festival mengatakan bahwa ia telah mengundang Santana untuk main, namun Santana menolak datang karena Indonesia dianggap sebagai negara yang belum ramah lingkungan, saat itu Peter bilang bahwa pernyataan Santana itu adalah sebuah kekeliruan, dan kita akan buktikan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat peduli lingkungan, sudah banyak program program pemerintah kita untuk mengatasi perbaikan kerusakan kerusakan lingkungan yang telah terjadi masa lalu yang berhasil diwujudkan.
Memang dua tahun terakhir ini Java Jazz selalu membawa misi sadar lingkungan untuk pecinta jazz, dan tahun ini Java Jazz ikut mengangkat tema utama dari kampanye lingkungan hidup “ The Green HOPE 2009 “. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Lingkungan Hidup Prof (Hon) Ir. Rachmat Witoelar kalau tema ini mengetengahkan sebuah gugus harapan agar hasil pemilu di Indonesia dapat membawa kepada peningkatan usaha perbaikan lingkungan. Rachmat Witoelar berharap pecinta jazz mengambil prakarsa dalam melakukan langkah nyata untuk melindungi bumi dari penghancuran mengingat tahun ini juga merupakan “Hari Lingkungan Hidup 2009” yang bertema “Your Planet Needs You, Combating Climate Change” (Bumi Memerlukan Anda, Perangi Pemanasan Global).
Uniknya di Java Jazz tahun ini ada acara “Bike To Java Jazz Festival”. Yaitu sebuah acara bersepeda bersama yang diikuti oleh Gubernur bersama jajaran Pemprov DKI Jakarta serta musisi baik dari luar maupun dalam negeri dan juga para wartawan pada hari Sabtu 7 Maret 2009 di Pantai Indah Kapuk Jakarta dan setelah itu beramai-ramai menanam bibit pohon di area cagar alam hutan bakau. Kegiatan ini adalah realisasi dari program “We Do Green”, sebab dengan bersepeda para pengunjung dapat berkonstribusi secara nyata dalam mengurangi polusi, sembari menjaga kesehatan “Bike your way to Java Jazz Festival, and enjoy all that jazz!”
Kampanye isu lingkungan yang diusung oleh Java Jazz dua tahun terakhir ini ternyata berdampak positif yang akhirnya Santana yang tadinya menolak datang ke Indonesia , rencananya sudah bersedia main di Java Jazz 2010 nanti.

Kembali kecatatan di atas, memang bukan hal yang mudah dan gampang untuk menyelenggarakan sebuah event sebesar Java Jazz, karena melibatkan begitu banyak orang yang terkadang dengan pola berpikir yang berbeda- beda. Java Jazz yang memasuki tahun ke 5 ini sudah banyak kemajuan yang dicapai secara kwalitas penyelenggaraan. Lepas dari segala kekurangan yang ada kita perlu angkat jempol untuk Peter F Gontha bersama teamnya di Java Festival Production yang sudah berusaha bekerja dengan keras untuk mewujudkan mimpi yang telah menjadi kenyataan bahwa Indonesia sekarang ini sudah menjadi bagian dari “rumah” jazz dunia.

Tidak ada komentar: